Jam Dingdong


Masuk Yu Ke Dunia Imajinasiku...

Selamat Membaca...
Tolong Komentar dan Kritikannya ya....

Rabu, 11 Januari 2012

OBSESI GILA EMAK GUE


Seperti biasa, pukul 08.00 aku harus sudah membuka warung nasi uduk emakku. Aku hanya ditugaskan menjaga warung dan melayani pembeli yang mayoritas adalah tukang ojek, supir angkot atau supir bus, sering juga para tukang becak mengisi bahan bakar dirinya di warung emakku ini. Papan besar bertuliskan ‘WARUNG MAK WARSIH’ bertengger di depan warung ini. Semenjak aku lulus dari SMA aku tak dapat meneruskan kuliah karena kekurangan biaya, kerja pun tak ada yang menerima. Alhasil aku terdampar di warung peninggalan neneknya nenekku yang di wariskan pada ibuku ini.
Baru saja buka, pembeli sudah membludak membanjiri warung emakku ini, alhasil tanganku yang hanya dua ini berseliweran kesana kemari. Untunglah Juned saudaraku bersedia menemaniku berjualan di warung ini, jadi aku tak terlalu repot menangani pembeli yang membludak.
Satu persatu ku layani dan tak pernah ku lihat wajah pembeliku. Karena melihat mereka hanya akan membuat mood ku jadi buruk, apa lagi jika mereka sudah menggodaku. Ingin rasanya ku oleskan sambal andalan warung ini ke matanya yang jelalatan. Sudah punya anak istri, kerjaan hanya tukang ojek, jelek, dan bau pula berani-beraninya menggoda aku. Walaupun cewek, aku adalah murid kesayangan pak Wardi, guru silat di kampungku. Sekali tonjok dijamin tak sadarkan diri selama beberapa hari.

Eitz, aku jago silat bukanlah sebuah wacana yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya loh. Bagaimana tidak, sejak aku SD aku sudah belajar silat pada pak wardi dan itu adalah atas kemaunku sendiri bukan paksaan siapapun. Alhasil banyak yang segan terhadapku, karena aku juga telah menjuarai beberapa pertandingan silat se provinsi, dan di warung ini sengaja ku jejerkan foto-foto ketika aku memegang mendali ataupun piala. Selain tujuannya untuk menghiasi warung emakku ini, ini juga ku lakukan agar orang-orang yang ingin berbuat jahat terhadap warung ini untuk mengurungkan niatnya setelah melihat fotoku ini.
Semua pelanggan telah terlayani, merekapun pergi setelah membayar makanan yang mereka makan. Kini saatnya aku sedikit istirahat dan berkhayal menjadi seorang POLWAN (Polisi Wanita), POLWAN adalah cita-citaku dari mulai aku SD sampai sekarang ini, dan aku sangat kagum pada POLWAN. Karena ketika aku masih SD nyawaku pernah diselamatkan oleh salah satu polwan yang baik hati, hampir saja aku terlindas bus pengangkut pasir yang mengemudikan busnya bak orang kesetanan, untunglah polwan yang sedang bertugas di jalanan dengan sigap meraih tubuhku, walau kami tersungkur ke selokan jalan, tapi untunglah aku masih bisa menikmati keindahan dunia ini.
Sedang enak melamun, tiba-tiba aku dikagetkan dengan colekan yang bersarang di lenganku, dan alhasil.
“Syaaat…, berani lu sama gue, pake culak col….ek” Karena kaget tiba-tiba ada yang mencolek, langsung saja ku keluarkan jurus pamungkasku pada laki laki yang ternyata. ‘waw cakep juga ni cowo, posturnya yang tinggi besar, berotot, mukanya yang tampan mirip artis-artis ibu kota, dan suaranya yang rupawan’ pujiku dalam hati pada laki-laki yang baru saja berani mencolek tubuh sexyku.
“Eitz… sabar mbak, saya cuma mau beli makan, si mbak dipanggil malah bengong terus, makanya saya colek mbak. Saya gak ada maksud apa-apa kok mbak” jawabnya membantah tuduhanku tadi.
“Hehehe, maaf bang, abisnyah saya lagi enak-enak bengong malah di colek. Alhasi keluar deh jurus pamungkas saya” akupun mencoba membela diri karena malu.
“Ya udah ga apa apa mbak, saya laper nih mau makan” jawabnya mengakhiri perdebtan kami.
“Mau pesen apa bang?” pertanyaan standar kepada setiap pembeli.
“Jangan panggil abang deh mbak, serasa tukang bakso jadinya, panggil saja Aldy. Saya pesen nasi, terus lauknya tempe, telor sama bihun aja mbak” jelasnya panjang lebar, ‘Orang ini kerjanya apa ya’ batinku bertanya, ‘masa tukang ojek, supir atau kenek tampangnya keren banget, apa lagi namanya Aldy’ ucap hatiku yang masih penasaran.
“Mas Aldy kerjanya apaan mas? Supir pribadi ya?” Sembari mengambilkan pesanannya ku coba telisik tentang dirinya.
“Kok bisa berfikiran supir pribadi mbak, saya ini cuman tukang becak. Tuh becaknya ada di depan warung” jawabnya sembari mengarahkan telunjuknya ke becak yang ia maksud.
“Oh tukang becak, saya kira supir pribadi. Pasti tukang becak baru ya mas?” pertanyaanku berlanjut, karena baru pertama ini ku lihat tukang becak yang rupawan.
“Baru dari mana? Saya udah hampir setahun jadi tukang becak di daerah ini, bahkan setiap makan siang dan makan sore saya makan di warungnya mbak” jawabnya yang tetap menyangkal pertanyaanku.
“Ah masa sih mas? Aku baru kali ini loh liat mas” aku mencoba membenarkan pertanyaanku. Bagaimana tidak, karena walaupun aku tidak pernah menatap dalam-dalam setiap pembeliku, aku juga tetap melirik setiap pembeli yang mukanya rata-rata menyebalkan.
“Iya mbak, setiap saya beli makan saya minta teman saya untuk memesankan. Jadi saya gak pernah bertatapan langsung deh sama mbak” mendengar jawabannya baru ku mengerti mengapa mas Aldy ini tak pernah ku lihat.
“Berarti hari ini mas enggak sama teman mas dong? Oh ya mas, jangan panggil aku mbak deh, aku masih muda tau, umurku masih dua puluh tahun” aku mencoba agar Aldy lebih dekat denganku, dan juga agar mas Aldy memanggil namaku, bukan dengan sebutan mbak.
“Si kardi lagi nganter istrinya berobat, jadi saya terpaksa pesan sendiri. Okeh deh Ca, saya makan dulu ya, laper banget nih…” lanjutnya sembari pergi membawa piring yang sudah terisi makanan pesanannya.
Ketika Aldy melangkahkan kakinya menuju meja makan dalam hatiku berkecambuk, ‘apakah ia sudah memiliki wanita khusus yang mengisi hatinya, atukah belum’. Entah mengapa aku begitu tertarik dan ada desiran asmara yang menemaniku ketika aku dekat dengannya gerak tubuhnya seolah menjeratku untuk tetap menatap indah tubuhnya. Aku sama sekali tidak percaya orang setampan itu hanya seorang tukang becak. Tapi mau dia tukang becak ataupun bukan, aku tetap suka.
“Ca… Ica… cepet bantuin emak Ca” teriakan emak membuyarkan lamunan dan tatapanku pada Aldy.
Segera ku tekutemui ibu untuk membantunya menurunkan barang belanjaan. Memang setiap hari ibu selalu repot dengan belanjaannya yang seabreg.
“Apa kabar neng Ica? Makin cantik aja nih keliatannya” Goda supir angkot yang mengantarkan barang belanjaan ibu.
“Heh! Apa apaan lu ngegodain anak gue, nyari mampus lu…” teriak emak pada supir angkot itu, emak memang menginginkan aku menikah dengan orang kaya, juragan, atau anak pejabat. Padadahal orang kaya mana yang mau pada anak tukang nasi uduk di stasiun. Terkadang obsesi emakku terlalu berlebihan, setiap ada yang ingin mendekatiku harus lolos sleksi emakku terlebih dahulu.
Pernah sauatu hari seorang supir angkot datang ke rumah untuk sekedar mengenalku lebih dekat, akupun senang karena ia tampan dan gagah. Tapi ketika emak tahu ia hanya supir angkot., ia langsung mengusir supir angkot ini dengan mentah-mentah, tak lupa hinaan dan cibiran terhadap pria itu bertubi-tubi keluar dari mulut emak.
Setelah kejadian itu, aku tak sembarangan menerima pria datang ke rumahku. Aku takut emak mengeluarkan hinaannya lagi, sungguh malu rasanya ketika semua tetanggaku menonton kejadian itu dan alhasil keesokan harinya gosip seputar kejadian itu menyebar di kampungku.
***
Setelah sholat isya, biasanya aku langsung mengistirahatkan tubuhku yang telah lelah membantuku beraktifitas. Tapi malam ini entah mengapa mataku sulit terpejam, ketika ku paksakan untuk tidur yang ada terbayang wajah tampan Aldy. Tubuhnya yang kukagumi sangat sulit tuk ku hapus dari fikiran dan hatiku, ‘Apaan sih ini? Kok aku malah mikirin dia? Aku baru saja mengenalnya. Bukan hanya itu, Aldy juga hanya seorang tukang becak yang sudah pasti akan emak tentang jika aku berhubungan dengannya’.
“Apakah ini yang namanya cinta?” tanyaku entah pada siapa. “Ah, aku harus membuang rasa ini, aku hanya kagum pada ketampanannya, BUKAN CINTA” yakinku pada hatiku yang tak bisa henti memikirkannya.
***
Pagi ini mentari pagi cerah secerah hati, fikiran, dan batinku. Penampilanku hari ini sangat ku perhatikan dengan baik, rok mini yang tak pernah ku pakai karena takut digoda oleh para pembeliku akhirnya ku pakai juga. Hatiku memerintahkanku untuk menjadi yang terbaik hari ini, ‘tapi untuk siapa? Untuk Aldy kah? Karena Aldy kah aku begini?’ batinku menertawakan tingkahku kali ini. Aku tersenyum tak karuan, emak yang melihat tingkah dan gaya pakaianku hari ini yang biasanya yang kucel dan kadang tak mandi, emak nampak sangat heran dengan yang terjadi pada diriku hari ini.
“Eh ca, emang hari ini mau ada tamu dari tv yang kayak bulan kemaren?” tanya emakku yang heran dengan penampilanku.
“Ah emak bisa aja ah, kaga ada apa-apa kok mak. Pengen keliatan seger aja, siapa tau ada pejabat yang tertarik sama aku” jawabku agar emak tak curiga.
“Oh … begitu toh, ya udah buka tuh warung. Banyak orang-orang yang udah kelaperan tuh” jawaban emak membuatku lega, karena emakku tidak curiga dengan penampilanku hari ini.
***
Setelah membuka warung dan merapihkan isi warung dibantu oleh Juned. Aku bak selebritis dikerumuni para pembeli yang sudah menunggu sedari pagi. Mataku tak memikirkan pembeli yang lain, aku hanya mencari pelanggan spesialku ‘Aldy, kemana kau? Tak Nampak batang hidungmu’ batinku beremuruh ingin melihatnya.
“Mbak! Niat ngeayanin pelanggan gak sih?” celetus pelanggan yang kesal dengan ku yang sedari tadi hanya melamun tak jelas.
“I…i…iya mas, maaf” jawabku tergugup karena kaget.
“Mikirin apa sih Ca? bukannya ngelayanin malah ngelamun gak jelas. Banyak pelanggan yang nungguin tuh” Junedpun ikut menimpali.
“Aku nungguin seseorang nih Ned” jawabku sembari tetap melirik ke arah luar.
“Siapa? Dari stasiun TV bukan?” juned mulai penasaran dengan orang yang sampai membuatku gak karuan seperti ini.
“Bukan Ned, tuh pelanggan yang ganteng, berotot, dan mukanya mirip artis ibu kota itu loh, hehe” jawabku jujur sembari cengengesan gak jelas.
“Siapa sih? Perasaan pelanggan kita kaga ada yang kaya gitu deh, ada juga si Aldy” jawab Juned asal.
“Iiiiiiiiihhhhh… kok elu tau Ned? Pinter banget sih lu” baru kali ini keluar pujian dari mulutku untuk Juned.
“Oh beneran? Bagus deh, kebetulan si Aldy lagi jomblo tuh” jawab Juned datar. Mendengar informasi dari juned seolah membukakan seribu kemungkinan untukku dan aku semakin rindu padanya. “Emang emak lu ngizinin apa? Bisa-bisa si Aldy dimutilasi nanti sama emak lu.
“Hmmm… itu yang bikin aku pesimis, tapi aku akan terus berusaha hingga titik darah penghabisan” kalau kalian pernah melihat ekspresi tim sepak bola bersemangat ingin memenangkan perlombaan, begitu pula ekspresiku saat ini.
Baru saja ku membincangkan pangeran yang ku tunggu dari tadi, kini ia telah datang. Ia datang dengan senyum merona yang membat hatiku ketar-ketir dibuatnya, sungguh aku tak kuat melihatnya. Pelanggan yang sedang ku layani langsung ku serahkan pada Juned yang sebenarnya lebih sibuk dariku. Tak memikirkan pelanggan manapun, akhirnya ku temui pangeran Aldy yang baru saja datang. Para pelanggan yang melihat tindakanku yang membedakan pelayanan, mereka protes dan sdikit menggerutu. Tapi Aldy seolah telah menghipnotis diriku, ia menarikku dari kerumunan pelanggan yang lain.
“Mas Aldy… mas mau pesan apa?” tanyaku manja, Aldy hanya mengernyitkan dahinya yang putih mulus. Sepertinya ia meraskan aura aneh pada diriku, seolah tak perduli dengan kelakuanku yang aneh ia hanya menyebutkan pesanannya yang seperti biasa dan minta aku mengantarkan ke mejanya.
Akupun segera membuatkan pesanan yang berbeda dengan porsi biasanya, semua serba banyak dan jumbo. Selesai ku mengisi piring dengan pesanan yang dipesan Aldy, langsung ku antarkan ke mejanya. Tak lupa ku rapihkan terlebih dahulu tatanan rambut, make up, dan rok miniku yang sedari tadi menggoda kaum adam yang melihatnya. Melangkah menuju meja yang di tempati Aldy seolah berjalan di cat walk, lenggak lenggok pinggul saja ku perhatikan, supaya terlihat indah dimata Aldy.
“Apa yang terjadi padamu hari ini ca?”  Aldy mulay merasa aneh padaku.
“Tidak apa-apa, aku baik seperti biasanya. Aku hanya senang didatangi pembeli special” jawabku memberi sinyal bahwa aku tertarik pada Aldy.
“Benarkah? Siapa itu? Beruntung sekali pria itu” jawabnya diikuti senyuman kecil. Nampaknya ia paham maksud ku siapa.
“Yah memang, tapi mungkin pembeli itu tak menyadarinya. Jika ia menyadarinya mungkin ia akan mengajakku nonton Film malam nanti” jawabku menantang sembari melangkah meninggalkan meja Aldy.
“Malam nanti ada Film baru dan asyk, ku tunggu kau di depan toko sebrang” jawab Aldy yang telah menyadari maksud dan tujuanku. Sedangkan aku hanya tersenyum tanpa menjawab, karena semua orang tau ‘diam’ tanda ‘setuju’.
***
Mentari telah bertukar tempat dengan sang rembulan dan tanpa emak ketahui, ku langkahkan kaki menuju tempat yang telah kami sepakati untuk bertemu. Sampai disana ia telah menungguiku dengan pakaian yang lebih rapih, disamping Aldy ku lihat sebuah motor gede yang keren dan terlihat mahal. Entah dari mana ia pinjam pakaian dan motor itu, aku tak berani menanyakan hal itu karena takut ia akan tersinggung dengan pertanyaanku.
Malam ini saungguh indah dan berkesan dihidupku, bak pena warna-warni yang mematrikan pengalaman yang takkan pernah ada yang dapat menghapusnya dengan apapun juga. Sudah lama ku inginkan indahnya cinta yang sangat lama tidak ku rasakan, ini terjadi karena tekanan yang datang dari emek, sehingga membuat setiap pria yang ingin datang padaku seolah takut dan enggan. Akan tetapi Aldy membuatku berani melakukan apapun juga, walaupun harus ku tentang perintah dari emak. Aldy, ia bak kunci yang membuka borgol kurungan yang emak buat untukku. Aku berani berontak dan berani melakukan apapun untuk bersamanya.
Malam bergulir begitu cepat. karena telah larut, akhirnya Aldy mengantarku pulang. walau mengantarku hanya di seberang rumahku, itu untuk mengantisipasi agar emak tak mengetahui jika aku jalan berdua dengan tukang becak.
“Ngelayab dari mana lu ca?” tanya emak yang sedari tadi sudah nangkring di depan pintu menungguku.
“Ica dari rumahnya Nengsih mak, tadi Nengsih nelpon pengen ditengok. Dia lagi sakit mak” mulutkupun berbohong. Aku tau jika berbohong adalah dosa, apa lagi berbohong pada orang tua sendiri. Tapi apalah daya, dari pada emak membunuhku karena aku jalan dengan tukang becak.
***
Empat bulan sudah kedekatanku dengan Aldy terjalin dan tentunya tanpa emak ketahui. Dua bulan yang lalu pula, Aldy mengutarakan isi hatinya padaku. Aku tak dapat berkata apapun selain kata ‘ya aku menerima kau jadi kekasihku’ kata itu tulus ku ucapkan dari lubuk hatiku yang paling dalam. Setelah aku resmi jadi kekasihnya, kami sering jalan berdua, dan yang membutku lebih senang adalah. Aku bisa setiap hari melayaninya, melihat dan menatap wajahnya. Aku bahagia.
Kebahagiaanku terhenti ketika ada yang mengatakan pada ibu bahwa aku mempunyai hubungan khusus dengan Aldy ‘tukang becak’ yang ku cintai. Ibu memarahiku habis-habisan, melarangku untuk keluar dari kamar , melarangku untuk bekerja di warung. Sungguh membuatku sangat terpukul dan hancur, satu detik tanpa Aldy membuatku benar-benar hampa dan kosong.
***
Pagi itu pembeli sangat membludak, sepertinya emak dan Juned tak sanggup jika harus melayani pelanggan sebanyak itu berdua. Akhirnya ibu menyuruhku untuk membantunya, walau tetap tidak bisa menemui Aldy. Setidaknya aku bisa sejenak melupakan bayang-bayang dari Aldy yang tak dapat ku lupakan sebelumnya, yang membuatku sangat sedih dibuatnya. Tapi tiba-tiba.
“Assalamualaikum mak” suara yang keluar dari depan pintu sangat ku kenali, suara itu membuatku berteriak “Aldy…”. Tak dapat ku tahan luapan isi hati itu.
Tiba-tiba ibu menyela “buat apa lagi lu tampakkan wajah miskin lu itu di warung gue? Gue udah ngusir dan ngelarang lu supaya gak datang lagi ke  warung gue. Lu cuma orang miskin gak tau diri, bau sampah, menjijikan bagai bangkai tikus yang tak berharga. Sedetikpun tgak akan gue izinkan Ica menemui pria rendahan, tukang becak bermuka tembok tak tau diri. Apa yang lu bisa lakukan untuk membahagiakan anak gue, bekerja saja Cuma sebagai tukang becak. gue lebih milih anak gue jadi perawan tua, dari pada harus hidup sama lu. gue gak mau jika keturunan gue bersanding dengan orang ysng berdarah miskin seumur hidup” ucapan emak sungguh tak pantas untuk ia ucapkan, hinaan itu membuat telinga siapapun gatal. Sedangkan aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya terdiam dan menangis karena tak kuat dengan apa yang terjadi sedikitpun. Berbeda dengan Aldy, lidahnya benar-benar telah terkunci dan tak mengeluarkan sepatah katapun.
Tiba-tiba ada seseorang yang keluar dari mobil mewah yang rupanya sudah sedari tadi berada di depan warungku. Wanita itu seperti istri seorang pejabat, selain mobilnya yang mewah, pakain yang ia kenakan terlihat sangat mahal, dan gayanya benar-benar seperti gaya orang orang ningrat.
“Perkenalkan, saya adalah Safitri Sudibyo, saya adalah istri dari pengusaha ternama dan terkaya Herman Sudibyo” perkenalan bu Safitri seolah membuat semuanya kaget dan tak percaya, bahwa seorang pengusaha bisa mampir ke warungnya para sopir, tukang ojek dan tukang becak ini. Semua mata tertuju hanya pada bu Safitri.
“Ibu Safitri…” teriak emak yang terkejut dan tak percaya atas kedatangan bu Safitri. “Silahkan masuk bu, ibu mau pesan apa bu” lanjut emak.
“Maaf, saya datang kesini tidak berniat untuk memakan makanan yang dihidangkan di warung anda. Sebenarnya kedatangan saya kemari untuk mengantar anak saya Aldy menemui wanita yang sangat ia cintai, yaitu Ica. Kemarin Aldy menyamar menjadi tukang becak karena Aldy ingin menemukan wanita yang benar-benar mencintainya tanpa iming-iming harta.” mendengar ucapan bu Safitri, semua termasuk emak dan aku tersentak dengan kenyataan yang sebenarnya. “Tapi sangat di sayangkan, kata-kata yang keluar dari mulut anda sangat tak beradab selayaknya manusia yang berbicara pada manusia. Anda memperlakukan anakku layaknya binatang jalanan yang tak pantas untuk berdampingan dengan anak anda. Anda sungguh terlalu sombong sebagai manusia yang hanya memiliki warung kecil yang tak berkualitas. Niat baik saya terkotori oleh kesombongan dan keangkuhan hati anda, dan  mendengar semua perkataan anda tadi, saya mengurungkan niat saya untuk menjadi besan anda. Maaf sekali ayo Aldy, kita pergi dari tempat kumuh, kotor, dan menjijikan ini” ucap bu Safitri panjang lebar. Setelah mengatakan maksudnya bu Safitri dan Aldy melangkah meninggalkan warung emak. Aldy tak membela sedikitpun, mungkin ia terlalu sakit hati dengan ucapan yang meluncur dari mulut emak.
Setelah mobil yang membawa Aldy dan bu Safitri meninggalkan warung emak, emak hanya terdiam dan membisu tak mengeluarkan sepatah katapun. Dan tiba-tiba emak jatuh pingsan, tergeletak dan tersungkur ke tanah tak sadarkan diri. Melihat emak yang terjatuh, aku sungguh tak peduli sedikitpun. Perlakuan emak terhadap cintaku dan Aldy sungguh membuat aku membencinya, aku lari ke kamar karena tak kuat menahan tangisanku yang semakin menjadi.
Sudah dua jam aku menangis tiada henti di kamarku ini. tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku. “Ca… Ica, tolong keluar Ca, kau harus lihat kondisi Emakmu ca. ia sangat terpukul dengan kejadian tadi” mendengar perkataan dari balik pintu, membuatku beranjak dari tempat tidurku dan menghampiri emak.
Ku lihat emak yang sudah tersadar dari pingsannya, ia telihat berbeda dari biasanya. Ia tertawa sendiri tanpa  ku tahu sebabnya, tak lama ia menangis dan menjerit histeris. Jantungku serasa jatuh dari tempatnya, nafasku sesak tak kuasa melihat emakku yang terlihat sangat terpukul karena ia batal menjadi besan dari keluarga pejabat seperti yang ia cita-citakan, dan menurutku itu adalah obsesi gilanya selama ini.
Sudah satu minggu kejadian itu berlalu, aku serasa gunung karang yang hancur menjadi serpihan-serpihan nestapa yang nelangsa. Aldy tidak menghubungiku setelah kejadian itu dan karena keadaan ibu yang semakin buruk, akhirnya aku memutuskan mengirimnya ke Rumah Sakit Jiwa. Ku lakukan itu bukan karena aku tidak ingin mengurusinya, tapi menurut dokter jika emak tetap tinggal di rumah maka ia akan lebih parah sakitnya.
Walaupun aku tetap membuka warung emakku ini, tapi tidak banyak pelanggan yang setia berlangganan di warungku ini. Karena menurut mereka masakan emak jauh lebih enak dibanding masakanku. Pelanggan yang memang sudah berkurang telah usai ku layani, dan fikirku sedang melayang bebas terombang ambing kesana dan kemari dibawa oleh masalah yang ku alami.
Suara motor yang berhenti di depan warung membuyarkan lamunanku dan membawa kembali fikiranku yang sedang melayang.
“Assalamualaikum, permisi… bisa bertemu degan ibu Ica?” pengendara motor yang ku kira hanya akan membeli sesuatu di waungku ini, ternyata bukan sama sekali. Ia membawa sepucuk surat undangan. Hatiku bergemuruh, airmata membanjiri pipiku yang kering, langit seolah menghimpitku dengan kejamnya, udara tak lagi ingin ku hirup dan aku benar-benar jatuh dibuatnya ketika ku baca di bagian depan surat.
“MOHON DOA RESTU UNTUK KELANCARAN PERNIKAHAN ALDY SUDIBYO & NESYA PRASETYO”
“Apa salahku ya Allah… mengapa engkau mengambil segalanya dariku? Mengapa setelah kau mengambil ibuku dan membuatnya sengsara dengan menjadikannya orang gila. Sekarang aku mendengar berita yang sangat membuat ku jatuh, Aldy akan melangsungkan pernikahannya dua minggu lagi dan dia telah melupakanku untuk selamanya” Tangisku terus jatuh dan aku tak kuat dengan segala cobaan ini.
Sekarang dengan senang hati ku temani ibuku di Rumah Sakit Jiwa, aku ikut menemaninya sebagai pasien disana “Hahahahaha… Aldy akan melamarku… Aldy akan melamarku... hiks hiks hiks… dimanakah kau Aldy :’( ”

1 komentar:

  1. wahh dik firda, ceritanya seger, n bikin aku terharu jg, makasi tuk dik firda ku tunggu karya yg lainnya ya..

    BalasHapus